Multiculturalism or Indigenous Canopy?: Making Sense of the Different Trajectories of Pluralism in Southeast Asia

Mansor Mohd. Noor(1),
(1)  

Corresponding Author


DOI : https://doi.org/10.24036/tingkap.v6i2.5

Full Text:    Language : en

Abstract


ABSTRAK

Kolonialisme Barat yang hegemonik membawa bersamanya proses pembaratan budaya. Proses ini tidak hanya berbentuk material ke Asia Tenggara tetapi juga berhasil memaksakan ide-ide intelektual yang membawa dampak transformatif pada masyarakat di kawasan ini. Salah satu yang terbaru, sebagaimana konsep JS Furnivall adalah pembentukan “masyarakat majemuk” di negara-negara jajahan yang akhirnya mencapai negara-negara merdeka yang modern. Beberapa diantara negara-negara merdeka ini berhasil melalui transformasi politik dan menghasilkan berbagai varian kemajemukan yang berakar dari model masyarakat plural. Malaysia dan Singapore adalah dua contoh yang berguna dalam konteks ini, tetapi keduanya sering diberi label sebagai “masyarakat multikultural” yang mempraktekkan multi-kulturalisme. Tulisan ini memaparkan argumen yang mungkin saja benar untuk kasus Singapura tetapi tidak demikian untuk kasus Malaysia.

Key Word: pembangunan bangsa, negara bangsa, etnik, migrasi, kesatuan nasional, integrasi

Article Metrics

 Abstract Views : 149 times
 PDF Downloaded : 37 times

Refbacks

  • There are currently no refbacks.