The PDF file you selected should load here if your Web browser has a PDF reader plug-in installed (for example, a recent version of Adobe Acrobat Reader).

If you would like more information about how to print, save, and work with PDFs, Highwire Press provides a helpful Frequently Asked Questions about PDFs.

Alternatively, you can download the PDF file directly to your computer, from where it can be opened using a PDF reader. To download the PDF, click the Download link above.

Fullscreen Fullscreen Off

Abstract


APA yang membuat nagari (desa) Kota Gadang sampai sekarang terkenal sebagai nagari (desa) ”Entah karena penakutnya, karena tajam pikirannya, atau karena halus pandangannya, maka para datuk ninik-mamak orang Koto Gadang dari dahulu masa Kompeni Olanda.... menunjukkan taat dan yakinnya kepada wakil-wakil pemerintah Belanda...” (h. 165). Ucapan Yahya Datuk Kayo, pelopor kemajuan Nagari Koto Gadang dalam sebuah rapat Studiefonds tahun 1922 itu, menarik untuk disimak sebagai kata kunci untuk menerangkan rahasia ”kemajuan” Koto Gadang tempo dulu. Ungkapan Minangkabau mengatakan, ”takut dilanda banjir, jangan berumah di teping pasang; takut terkena tembak lari ke pangkal bedil”. Orang Koto Gadang tampaknya sangat cerdas menafsirkan kearifan nenek moyang itu, sehingga kendati pun ada rasa takut, itu manusiawi. Namun penakutnya orang Koto Gadang agaknya hanyalah sekedar strategi resistensi untuk survive. Setelah itu dengan segala daya upaya dan ketajaman fikiran pemuka masyarakatnya, maka jadilah Koto Gadang seperti yang dikenal dalam sejarah Indonesia modern.