Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk membahas tentang keberadaan serta identitas kebudayaan yang ada di Desa Empat Balai Dusun Pulau Empat Kuok Bangkinang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif, penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena dengan menggunakan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Silat Perisai merupakan salah satu tradisi yang ada di Kampar, yang biasanya ditarikan untuk mencari sebuah kemufakatan dari perselisihan yang terjadi di antar suku, yang sekarang beralih fungsi menjadi seni pertunjukan atau hiburan. Keberadaan Silat Perisai di desa Empat Balai merupakan salah satu hasil seni budaya masyarakat yang merupakan realitas kehidupan yang telah dikembangkan oleh masyarakat itu sendiri, namun keberadaan Silat Perisai itu sendiri pada saat sekarang sudah mulai menghilang karena pengaruh dari budaya modern dan seperti tidak memiliki fungsi lagi bagi kehidupan masyarakat desa Empat Balai. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Soedarsono tentang teori fungsi maka isu-isu yang akan dibahas dalam artikel ini adalah fungsi Silat Perisai sebagai sarana upacara, sarana hiburan dan sebagai seni pertunjukan. Implementasi dari fungsi yang terdapat pada Silat Perisai diharapkan dapat dilestarikannya kesenian yang ada didaerah setempat dan dapat direalisasikan terhadap generasi penerus, tradisi harus selalu diperbarui agar tetap diminati oleh masyarakat pendukungnya.
This research aims to discuss the existence and identity of culture in the four hamlet villages of Empat Kuok Bangkinang Island. The method used in this research uses a qualitative paradigm. Qualitative research is research that aims to understand phenomena by using descriptions in the form of words and language. Silat Perisai is a tradition in Kampar, which is usually danced to find a consensus on disputes that occur between tribes, which has now changed its function to performing arts or entertainment. The existence of silat shield in Empat Balai village is one of the results of community arts and culture which is a reality of life that has been developed by the community itself, however the existence of silat shield itself is now starting to disappear due to the influence of modern culture and seems to no longer have a function for life of the people of Empat Balai village. In accordance with what Soedarsono expressed about function theory, the issues that will be discussed in this article are the function of silat shield as a means of ceremony, a means of entertainment and as a performing art. It is hoped that the implementation of the functions contained in Silat Shield can preserve the arts in the local area and can be realized by future generations. The tradition must always be updated so that it remains in demand by the supporting community.